Kepulauan Spermonde (Archipelago shelf) terdapat di bagian selatan Selat Makassar, tepatnya di pesisir barat daya Pulau Sulawesi. Awalmua, kepulauan Spermonde memiliki tingkat keragaman karang yang cukup tinggi dimana terdapat 78 genera dengan total spesies 262, seperti yang pernah dicatat oleh Moll (1983).
Bisa dibayangkan bagaimana kondisi Spermonde 30 tahun silam sesuai dengan yang diungkapkan oleh Moll, mungkin saja seperti Raja Ampat atau Wakatobi yang kesohor itu.
Apa yang Terjadi di Spermonde?
Pemanfaatan sumberdaya laut yang ‘open access’ menyebabkan di beberapa lokasi di Indonesia terjadiover exploitation (pemanfaatan berlebih) begitu pula yang terjadi di Spermonde, penggunaan alat tangkap yang tidak ramah lingkungan, seperti bom ikan, bius, dan jaring trawlmenyebabkan potensi perikanan dari tahun ke tahun semakin menurun.
Kondisi tersebut diperparah lagi dengan penambangan karang sebagai bahan bangunan, yang menyebabkan kondisi terumbu karang sebagai tempat hidup, memijah dan pembesaran jenis ikan semakin rusak dan berkurang.Terumbu karang Spermonde dari tahun ke tahun kian tergerus. Saat penulis melakukan survey di beberapa titik, berulang, meriset lagi, seperti menghitung kematian saja layaknya. Tidak ada perubahan signfikan tentang upaya pelestarian yang digembar-gemborkan. Karang semakin langka, harapan pulih seperti sirna ditelan waktu.
Beberapa penyebab kerusakan karang tersebut dapat disebutkan sebagai berikut:
Bom Ikan dan Racun Sianida
Bom Ikan merupakan jenis bom yang dirakit sendiri oleh nelayan, pembuatan bom ini sangat sederhana dan tidak memerlukan keahlian khusus, awalnya wadah bom yang digunakan adalah bekas botol kecap, tetapi berkembang menjadi ukuran besar menggunakan jerigen ukuran 30 liter, yang tentunya memiliki daya ledak lebih dahsyat.
|
dampak bom ikan di Perairan laut Pulau Lumu-Lumu |
Menurut penuturan salah seorang warga Pulau Badi yang merupakan bekas pelaku bom ikan, perubahan ukuran bom ini bukan tanpa alasan.
“Kalo kita pake bom yang botol kecap berapaji dapat ikan, dulu ia masih banyak ji ikan didapat, makanya sekarang lebih bagus pake ukuran jerigen langsung banyak didapat” katanya dengan logat Makassar.
Dari penuturan itu sudah jelas tergambar bahwa dari tahun ke tahun sumberdaya ikan semakin menurun. Hal ini juga bisa kita buktikan sendiri ketika menyelam di sekitar Kepulauan Spermonde paling sedikit kita akan mendengar suara bom dalam air sebanyak 4-10 kali sehari
|
Karang mati karena bius/racun sianida
Menurut Asbar (2009) “Dampak bom ikan yang beratnya 1 kg, ledakannya mampu membunuh ikan dengan radius 15-20 meter dan kerusakan terumbu seluas 500 m2 serta menciptakan lubang di terumbu dengan diameter 3-4 meter.
Selain itu penggunaan racun sianida juga masih marak terjadi terutama untuk penangkapan ikan hidup. Sianida bersifat membius sehingga ikan akan mudah ditangkap, tetapi dalam dosis tertentu dapat mematikan ikan. Jika terkena racun sianida karang akan mulai stres dan melepas jaringan polip sehingga karang terlihat putih (bleaching) dan kemudian koloni karang akan ditumbuhi oleh alga.
Dampak racun sianida terhadap kerusakan terumbu karang cukup signifikan disebabkan oleh bahan dari racun sianida yang mudah dibawa oleh arus dan cepat menyebar.
Jaring Trawl.
Penggunaan jaring (nets) dalam penangkapan ikan memang sangat membantu dalam peningkatan produksi, tetapi dengan metode dan penggunaan yang ramah lingkungan. Jaring trawl atau yang lebih dikenal dengan pukat harimau dapat merusak terumbu karang dan kestabilan ekologi, hal ini disebabkan ukuran jaring yang semakin kecil, sehingga ikan ukuran besar dan kecil tertangkap semua, bahkan sering kali terjadi biota laut yang dilindungi seperti penyu, hiu dan pari manta ikut tertangkap
|
Armada kapal Trawl
Penambangan Karang.
“Mahal ki batu gunung pak, makanya kita ambil karang saja untuk pondasi rumah” itu jawab masyarakat pulau ketika ditanya kenapa ambil karang, secara jujur mereka pun mengetahui bahwa mengambil karang adalah tindakan yang melanggar hukum. Menambang karang juga dijadikan sebagai alternatif mata pencaharian, bagi sebagian nelayan.
Dampak dari panambangan karang mulai terlihat dari banyaknya pulau di Spermonde yang mengalami abrasi hebat, bahkan ada yang sampai 2-3 meter setiap tahunnya.
Apa Yang Harus Dilakukan ?
Dengan berbagai permasalahan yang ada di atas apa yang dikemukan oleh Moll 30 tahun silam sedikit demi sedikit akan tinggal kenangan. Tapi tentu kita tidak ingin kehilangan, kelak jika kita menghitungnya lagi, melalui transek, melalui survey kita ingin memperoleh angka yang membahagiakan bukan? Lalu apa yang bisa dilakukan?
Sebenarnya, Pemerintah bukan tanpa upaya, begitu pula dengan NGO dalam menangani masalah ini, kita lihat banyak sekali program pemerintah yang telah dan akan dilaksanakan, tetapi kita belum bisa liat hasil yang dicapai, fakta unik masyarakat pulau masih belum sadar bahwa menjaga ekosistem (terumbu karang) adalah juga menjaga keberlanjutan hidup anak cucunya di kemudian hari.
Upaya membangun kesadaran untuk menjaga lingkungan harus terus digalakkan. Membangun masyarakat yang sadar akan lingkungan bukan perkara mudah, mungkin saja kita membutuhkan waktu yang lama sejalan dengan penegakkan hukum yang konsisten dan tidak pandang bulu. Di sinilah konsistensi dan komitmen semua pihak untuk menjaga visi-misi lingkungan kita, suatu ekologi yang stabil di Spermonde.
Saya yakin jika masyarakat nelayan kita sadar, pemerintah dan pihak swasta ikut memberi dukungan nyata melalui kebijakan dan dukungan sumber daya (seperti fasilitas, pendanaan dan dukungan keahlian), maka pengelolaan laut yang selama ini belum memberikan dampak nyata, pasti akan menjadi lebih baik
|
|
Comments
Post a Comment